Sabtu, 06 Februari 2010

Kapan kamu akan Nikah?

Kemarin bongkar-bongkar tulisan lamaku, ternyata ada tulisan yang menarik perhatianku, di sana tertanggal 15 Februari 2006. Tulisan ini aku buat sewaktu aku stress berat memikirkan dengan siapa pangeran yang akan segera melamarku. Jadi ingin tertawa kembali mengingatnya, bagaimana paniknya aku yang masih lajang di usiaku yang waktu itu menjelang 27 tahun. Sebenarnya belum telat menurutku, tetapi apa daya banyak orang yang waktu itu menganggap too late. Ealahhh...!

"KAPAN NIKAH???"
"UDAH, JANGAN MILIH-MILIHLAH !!"
"JANGAN LAMA-LAMA !!"
"JANGAN KEJAR KARIER TERUS DONG !!"

Tiba-tiba kalimat-kalimat norak diatas jadi sering gw denger dari orang-orang disekitar gw… nyebelin banget! dan mungkin banyak dialamin juga sama sebagian besar dari kalian semua (sorry buat yg udah punya pasangan hehehhe…)
- note : kutipan dr mailist sebelah -

Aku hanya tertawa ngakak waktu membaca penggalan e-mail dari temenku (tidak jelas siapa yang jadi penulisnya, tidak tercantum di sana, tetapi yang pasti sumber yang tertulis di e-mail tersebut hanya MM UGM, mungkin dari anggota mailistnya, atau hanya disebarkan di mailist tersebuut).

Mmm… sudah sering mendengar orang-orang menanyakan hal tersebut kan? Sudahkah anda kerepotan untuk menjawabnya? Atau mungkin justru telah bosan menghadapi pertanyaan-pertanyaan itu.

Bagi sebagian orang tidak akan terpengaruh dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, apalagi didukung lingkungan pergaulan yang memungkinkan untuk tetap single di usia matang, aku yakin mereka akan cuek beibehh bila ditodong dengan pertanyaan “Kapan nikah???” Yah… walau sebenernya aku gk yakin juga mereka akan cuek-cuek saja, siapa tahu cuek di luar tapi remuk redam di dalam. Hayoo mengakulah!!!

Bagiku, pertanyaan-pertanyaan itu membuatku blingsatan dan jengah mendengarnya. Dan sepertinya aku perlu memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu.

Kapan nikah?

Kalau ditanya kapan mauku untu menikah, inginnya menikah sesegera mungkin, coba saja ada lelaki baik hati yang akan melamarku saat ini, pasti aku tidak akan menolaknya, apalagi kalau lelaki itu mau menerimaku apa adanya, tidak harus tajir, tapi yang pasti harus bisa menghidupi anak istrinya secara wajar. Tetapi ternyata sampai detik ini belum ada makhluk bernama lelaki yang diberikan petunjuk olehNYA untuk memilihku sebagai pendamping hidupnya (Mmm, sepertinya hanya lelaki yang diberi petunjukNYA yang akan memilihku hihihihi...). Lagian soal satu ini kan hak prerogatif-NYA, mana aku tahu kapan waktu aku ketemu jodohku? Mauku siiy segera, tetapi ini kan mauku… bukan mauNYA kan?

Udah jangan milih-milih!

Nah loh! Bukankah tahapan menuju ke jenjang pernikahan diperlukan koleksi, seleksi baru kemudian eksekusi. Itu tahapan yang wajib dilakukan, jadi tetap harus milih kan? Apa iya bertemu lelaki ganteng di jalan, terus diajak nikah mau saja? Kata bapak, “Bagaimana dengan bibit, bobot dan bebetnya?”

Aku juga tidak mau mendapat lelaki yang salah menjadi suamiku? Aku cuma menginginkan seseorang yang bisa membuatku nyaman saat berada di sampingnya, yang "klik" untukku. Atau aku harus main tabrak seenaknya, asal ketemu lelaki dan bernyawa kemudian aku putuskan untuk menikah dengannya? Wah... wah...!

Jangan lama-lama!

Bagaimana bisa jangan lama-lama? Kan di atas sudah aku sebutkan bahwa mauku segera, asap, dimanakah letak lamanya? Ini hanya masalah waktu saja, selama ini hanya belum tepat waktunya untuk bertemu soulmate-ku. Aku masih harus mencari dan mencari, sabarlah menanti, mungkin setahun dua tahun lagi... atau justru tinggal dalam hitungan bulan, tunggu ya... aku pasti akan mengantar undangan pernikahanku. Nah, kalo udah gini aku trus bisa apa?

Jangan mengejar karier terus dunk!

Tidak... tidak... aku tidak mengejar karier, justru karierlah yang mengejar-ngejarku hahahaha....Karier tidak perlu dikejar kok, tetapi yang perlu dikejar adalah gajinya. Aku perlu menabung untuk membiayai pernikahanku, memang menikah di KUA sudah cukup, tetapi bisa-bisa aku bakalan dapat ceramah panjang kali lebar dari bapakku, nanti ujung-ujungnya bapak justru repot menyiapkan pesta pernikahanku, kalau seperti itu aku yang merasa tidak nyaman, apa iya sudah kerja buat pernikahan masih membebani orang tua?

Itu semua menjadi alasanku mengapa aku menjadi ikut-ikutan gemes dengan e-mail tersebut, mungkin bisa jadi ini adalah pembelaan diri, karena aku memang benar-benar merasa ditikam, menohokku hikz. Karena memang pertanyaan-pertanyaan itu yang masih mengelilingi, tidak hanya aku yang merasa tertampar bukan?

Aku bahkan sampai lebih dari 6 bulan tidak mudik, aku malas untuk pulang kampung karena tidak siap menghadapi pertanyaan dan perintah (bukan perintah sebenarnya, tetapi lebih bersifat pada anjuran) untuk segera menikah. Apalagi adikku semata wayang telah menikah terlebih dahulu, itu semakin membebaniku, dan membuatku menghindar dari lingkungan keluarga, apalagi di acara-acara keluarga besar. Banyak orang yang mungkin tidak bermaksud memojokkan dengan pertanyaan itu, tetapi terus terang hal tersebut membuatku eneg dan alergi mendatangi acara- acara seperti itu.

Bagaimana dengan Anda? Semoga tidak merasakan penderitaan yang aku alami gara-gara pertanyaan-pertanyaan itu.

Sumber: kolomkita.detik.com

Related Post



0 komentar:

Posting Komentar